Meninggalkan
Apa yang Allah Larang, Mendekatkan Diri Kepada Apa Yang Allah Perbolehkan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam para pembaca sekalian (karena
saya menulis artikel ini di malam hari). Tanpa memperpanjang waktu, kali ini saya
ingin membahas tentang meninggalkan apa yang Allah larang dan mengerjakan apa
yang Allah perbolehkan. Bismillahirrahmanirrahim....
Perkara
tentang apa saja yang Allah larang yang dimana kita mesti hindarkan diri
darinya bukan hanya tentang ditidakbolehkan untuk memakan daging-daging hewan
yang diharamkan ataupun meminum minuman-minuman yang memabukkan, akan tetapi
perkara tentang apa yang telah Allah larang mencakup berbagai hal. Saking
banyaknya, sepertinya tidak akan mungkin saya sebut satu per satu dalam artikel
ini, karena pada dasarnya saya tidak ingin membahas hal itu semua, melainkan
saya ingin berbagi cerita sesuai dengan apa yang saya alami, mungkin juga yang
para pembaca alami. Saya akan membicarakan tentang dampak-dampak dari
perbuatan-perbuatan yang dimana Allah secara tidak langsung melarang saya untuk melakukannya.
Dulu,
ketika saya masih sekolah SD-SMP, saya jarang atau sedikit sekali mengerjakan sholat
5 waktu, jikalau ingat saja saya akan melakukannya. Sholat-sholat fardhunya
tidak dikerjakan sepenuhnya, istilahnya masing bolong-bolong. Saya rajin
belajar, namun saya kurang dekat dengan Tuhan saya sendiri. Singkat cerita,
sampai suatu ketika saya duduk di bangku kelas 2 SMP semester 2 (kalau tidak
salah), saya dan teman-teman kelas diwajibkan oleh sang guru agama kami di kala
itu untuk membuat buku agenda sholat fardhu 5 waktu sendiri. Hanya
dengan menggunakan buku biasa, lalu dibentuk tabel-tabel untuk sholat 5
waktunya di setiap harinya. Jikalau banyak yang bolong, maka kami para siswa
siap-siap dikenai hukuman berupa sujud di atas lantai semen kelas yang berdebu (waktu
di zaman saya dulu kelas itu masih berlantai semen) hingga jam pelajaran agama
tersebut selesai. Begitulah cara didik beliau kepada kami semua agar selalu
mengingat sholat 5 waktu.
Pernah
suatu ketika bapak itu tidak mengajar di kelas kami dalam suatu minggu
dikarenakan beliau ada urusan lain, namun kami tetap diwajibkan untuk mengisi
buku agenda tersebut hingga di minggu berikutnya, karena bapak itu tetap akan
memeriksanya di minggu depannya. Aku pernah mengabaikan buku agenda
tersebut, dan aku lalai untuk mengisi buku agenda sholat 5 waktu ku sendiri. Ketika
sudah mendekati hari H pelajaran agama, aku langsung mengisi sembarang dan
ternyata masih banyak yang belum terisi hingga di minggu itu. Baiklah, ini
adalah kecerobohan saya. Akibat kesalahan saya yang fatal ini, akhirnya ketika
disuruh oleh sang guru untuk mengumpulkan buku agenda itu, saya pun merasa
keringat dingin karena saking panik dan takutnya. Ketika beliau memeriksa buku
agenda kami masing-masing, beliau juga sambil menjelaskan materi pelajaran di
hari itu. Tiba giliran beliau memeriksa buku agenda ku, aku langsung panik dan
takut sekali. Nama ku dipanggil, dan aku dihukum untuk bersujud di atas lantai
kelas yang berdebu sampai jam pelajaran habis, bersamaan dengan seorang atau
dua orang teman kelas ku, tapi mereka dihukum sebentar karena agenda sholat 5
waktu mereka tidak bolong sebanyak punya ku, sehingga aku harus dihukum hingga
jam pelajaran agama berakhir. Baiklah, kalian tahu, kepala saya langsung pusing
setelah kejadian itu. Teman-teman kelas saya pada bertanya pada saya kenapa
saya dihukum begitu lamanya, saya pun tidak bisa banyak bicara di saat itu
karena kepala saya pusing, dan saya agak
sedikit letih. Saat itu saya sangat menyesali kesalahan saya sendiri, dan saya
juga sempat kesal sekali dengan bapak itu. Kalau saya lebih cerdik di saat itu,
tidak terlalu jujur atau polos, seharusnya saya bisa mengisi semua agenda
sholat itu hingga hari terakhir sebelum buku itu dikumpulkan, namun saya belum
bisa berbohong demi kebaikan saat itu. Saya yang sudah besar seperti saat ini
jikalau mengingat masa lalu saya yang buruk saat itu justru membuat saya
tertawa kecil dan menyadari betapa fatalnya kesalahan saya, akan tetapi justru
itulah yang membuat saya berniat untuk berubah menjadi peribadi yang lebih baik
lagi dari sebelumnya. Benar, itu menjadi sebuah pelajaran berharga bagi saya,
karena bagi saya di setiap suatu peristiwa atau musibah ataupun masalah pasti
ada hikmah di baliknya. Bisa jadi Allah sedang menegur dan mendidik kita
melalui tindakan orang lain. Siapa yang tahu, kan? Allahualam...
Nah,
satu pelajaran berharga bagi saya yang dapat saya petik dari peristiwa yang
pernah saya alami di atas, yaitu saya harus mengubah kebiasaan buruk saya
menjadi kebiasaan baik dengan berniat untuk selalu rajin dalam mengerjakan
sholat-sholat 5 waktu. Setelah kejadian itu, saya pun jadi takut untuk
meninggalkan sholat-sholat 5 waktu dan tidak berani untuk berbohong dalam
mengisi agenda sholat fardhu tersebut dengan cara sembarang mengisi agenda
sholat fardhu agar terhindar dari hukuman sang guru. Di saat itu, bagi saya
alangkah lebih baiknya jikalau saya jujur dan berusaha terus untuk mengerjakan
sholat 5 waktu agar menjadi suatu kebiasaan baik yang baru bagi saya sembari
untuk melakukan perubahan diri menjadi lebih baik lagi.
Dari
cerita panjang saya di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwasanya Allah bisa
menegur kita dimana saja dan kapan saja secara langsung ataupun tidak langsung
(melalui tindakan orang lain) agar kita meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk
kita dan menciptakan suatu kebiasaan baru yang baik. Itu suatu bukti bahwasanya
Allah itu ada dimana-mana dalam tiap detik waktu dan selalu memantau kita
dimanapun kita berada karena kita tidak dapat luput dari pengawasan-Nya. Semua
itu Allah lakukan karena Allah sayang pada kita agar kita tidak terlarut atau
terjerumus dalam kesalahan atau kebiasaan buruk hingga waktu yang lama.
Ingatlah, bahwasanya Allah adalah Maha pemilik segala sifat baik yang tidak
akan mungkin dimiliki oleh manusia ataupun makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya.
Di
lain cerita, saya ingin bercerita tentang pengalaman percintaan saya. Jujur, di
sepanjang hidup saya, saya sebelumnya tidak pernah berpacaran dengan seorang
lelaki pun, hanya pernah menyukai pada beberapa orang laki-laki dan dekat dengan
beberapa orang laki-laki. Dulu saya tidak memiliki banyak teman laki-laki
karena saya lebih akrab dengan perempuan ketimbang laki-laki. Ketika saya masih
bersekolah hingga kuliah semester 6 dulu hanya bisa memendam cinta secara
diam-diam, menulis diary, curhat ke sahabat-sahabat ku dan belum pernah
merasakan ditembak cinta sedikit pun oleh satu orang laki-laki pun, kecuali
seorang teman kelas saya di kelas 1 SMA dulu, ia berbeda agama dengan saya, dan
saya pun juga tidak pernah mencintainya hingga akhirnya saya harus menolak
tembakan cintanya yang dikirim melalui pesan SMS (tahun 2011/2012 belum
secanggih sekarang).
Pernah
suatu ketika saya sempat pesimis dan iri berat dengan teman-teman saya yang
sudah pernah mengalami pacaran bahkan beberapa kali putus (gonta-ganti pacar).
Kenapa mereka bisa selaku itu? Pikir ku di kala itu. Aku bahkan beberapa kali
membandingkan para teman ku dengan diri ku dan bertanya pada diri ku sendiri.
Apakah aku jelek, culun, miskin, dan tidak terlalu pintar sehingga tidak ada
seorang lelaki pun yang cinta pada ku? Apakah aku separah itu? Kenapa tidak ada
satu pun laki-laki yang menembak cinta kepada ku secara langsung? Ini adalah
pikiran saya di kala SMP dan SMA karena di kala itu saya masih remaja labil
yang butuh proses menuju kedewasaan. Lebih parahnya lagi, aku pun pernah
menanyakan hal ini kepada seorang sahabat ku, akan tetapi ia jawab bahwa aku tidak
seburuk itu. Rasa penasaran ku untuk berpacaran pun semakin lama semakin
menjadi-jadi karena aku berpikir di saat itu bahwa aku juga seorang gadis
remaja yang ingin merasakan pacaran dengan seorang laki-laki, apalagi laki-laki
yang aku cintai.
Singkat
cerita, hingga suatu ketika saya kuliah semester 6 akhir, saya baru mengalami
pacaran dengan seorang abang senior dari jurusan saya yang dimana saya tidak
pernah mengenal akrab dia dan tidak pula pernah menyukai dia. Aku hanya sekadar
tahu bahwa dia adalah seorang abang senior di jurusan ku, satu tahun di atas
ku. Hingga suatu ketika aku didekati olehnya dengan berngobrol dan jalan
bersama. Pada suatu malam, ia menyatakan cintanya pada ku hingga menangis
karena ia telah meluapkan isi hatinya pada ku. Aku pun akhirnya menerima
cintanya.
Setelah
mengalami pacaran, aku jadi tahu bahwasanya pacaran itu tidak memiliki banyak
manfaat, malah lebih banyak mudaratnya. Aku merasa sangat berdosa karena aku
tidak seharusnya pacaran, aku telah berjilbab dalam (syar’i) saat itu. Aku
telah berjilbab dalam dari tahun 2015. Hingga suatu ketika, aku pun memutuskan
untuk tidak berpacaran lagi namun tetap menjalin tali silaturahmi yang baik
dengannya. Aku sampaikan isi hati ku ini kepadanya melalui SMS, dan ia
menelepon ku di suatu malam. Saat itu aku masih menjalankan mata kuliah KKN
(mata kuliah di semester 7) yang dimana wajib dilakukan oleh setiap mahasiswa
di kampus ku (tahun 2017). Aku tidak mau hubungan pacaran itu berujung
menyakitkan baginya dan bagi ku juga karena aku tidak mau berpura-pura untuk
mencintainya. Aku tidak mau menghabiskan banyak waktu untuk berpacaran setelah
mengalaminya. Aku tidak pernah mencintainya, lebih baik aku usaikan saja
hubungan itu.
Setelah
kejadian tersebut, aku akrab dengan beberapa orang teman laki-laki ku, baik itu
yang dari kampus ku maupun di luar kampus. Aku pernah jalan bersama mereka,
namun itu bukan berarti pacaran, hanya berteman saja. Singkat cerita, setelah
lama menyadari bahwa tidak ada gunanya juga aku jalan bersama teman-teman
laki-laki ku, lebih banyak mudaratnya. Untungnya, aku pun akhirnya hijrah ke kota asal ku
lagi, kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, setelah menyelesaikan pendidikan
kuliah S1 ku selama 4 tahun (pas) di suatu universitas swasta yang dimana aku
tidak mau menyebut namanya di artikel ku ini, di kota Padang, Sumatera Barat.
Jujur,
setelah berhijrah ke sini, aku merasa diri, jiwa dan kehidupan ku jauh lebih
baik lagi, bukan karena keuangan, akan tetapi karena aku merasa jauh dari
segala perbuatan yang dilarang oleh agama Islam (pacaran atau hal-hal yang
mendekati zina). Aku dulu pernah sempat sedih dalam hati ketika akan pulang ke
kota asal ku ini karena masa perantauan ku (menjadi seorang anak kos) sudah
habis. Sudah tiba saatnya aku harus mengabdi di sini dan tinggal bersama kedua
orang tua ku. Aku saat itu juga sempat berpikir bahwa tinggal bersama kedua
orang tua akan membuat ku kurang berkembang dan kurang berwawasan luas, namun
itu semuanya salah. Justru, selama ku tinggal di sini aku merasa banyak sekali
pelajaran hidup berharga yang telah ku dapatkan, dan proses perubahan baik menuju
kedewasaan juga sudah ku alami. Justru, itu semua mendewasakan ku. Aku jadi
lebih dekat dengan kedua orang tua ku, lebih bisa memahami mereka, belajar
masak, belajar untuk menjadi seorang wanita dewasa dan menjadi seorang calon
istri dan calon ibu yang baik, dan lebih akrab dengan ibu-ibu yang sering
mengerjakan sholat jamaah di masjid dekat rumah ku. Meskipun pernah beberapa
kali (semenjak aku tinggal di sini dalam waktu sebulan lebih) aku menentang
kedua orang tua ku karena aku ingin mencari kerja di kota lain, akan tetapi
kedua orang tua ku tetap tidak merestuinya, terutama ayah kandung ku yang
dengan berat hati melepaskan ku lagi.
Setelah
aku berpikir secara matang, aku berkesimpulan bahwa semua ini pasti ada
hikmahnya. Mungkin aku yang terlalu ego dan masih kekanak-kanakan di saat itu,
padahal aku seharusnya lebih nyaman berada dekat dengan kedua orang tua agar
aku bisa membantu mereka dalam menyelesaikan urusan mereka atau membantu mereka
di saat mereka membutuhkan ku. Akan lebih baik juga jikalau aku tetap di sini
agar kedua orang tua ku tidak merasa sendirian karena tidak ada anak mereka
lagi jikalau kedua-duanya (abang ku dan aku) merantau di luar kota. Akan lebih
baiknya lagi jika aku tinggal bersama mereka sebelum ku menikah karena aku
mesti mengurus kedua orang tua ku, dikarenakan mereka pasti akan tua (bertambah
usia) setiap tahunnya. Akan lebih baik jikalau aku bekerja disini tanpa hidup
mengontrak rumah atau tinggal di suatu rumah kos karena itu justru akan
menambah biaya pengeluaran kedua orang tua ku (selagi ku belum memiliki gaji
sendiri). Dan terakhir, akan lebih baiknya aku tinggal bersama kedua orang tua
ku agar kedua orang tua ku tidak mengeluarkan biaya lebih untuk memenuhi
kebutuhan hidup ku selama di tanah rantau (seperti biaya makan, biaya
transportasi, dan biaya hidup lainnya).
Setiap
masalah, peristiwa atau kejadian hidup itu pasti akan terdapat hikmahnya.
Jangan terlalu sering mengikutsertakan ego di dalam setiap situasi, karena
belum tentu sesuatu yang kita anggap (pikir) buruk adalah seburuk yang terjadi
di dunia nyata. Benar, itu hanyalah pikiran buruk kita saja. Jangan terlalu
terpengaruh oleh alam pikiran seperti itu. Setelah saya berpikir matang-matang
lagi, saya tidak akan mau pergi merantau untuk mencari kerja atau kehidupan
yang lebih baik lagi tanpa adanya restu dari kedua orang tua ku sendiri, karena
belum tentu fakta yang akan ku terima selama hidup di tanah rantau akan sama
dengan isi alam pikiran ku yang menganggap itu lebih baik. Apa yang direstui
oleh orang tua, InsyaAllah itu juga merupakan restu Allah. Karena ada dua
kalimat yang membuat saya sangat yakin untuk mengambil suatu keputusan, baik
kecil maupun besar, yang pastinya mengubah alam pikiran saya menjadi lebih
baik, ia adalah “Ridho Allah adalah ridho orang tua, begitu juga sebaliknya,
ridho orang tua adalah ridho Allah.”
Pelajaran
hidup berharga yang telah saya dapatkan selama hidup di Tanjungpinang lagi
adalah saya dapat memperbaiki diri saya menjadi lebih baik lagi dan InsyaAllah
dijauhkan dari segala perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT., Tuhan saya yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya terhindar dari berjalan bersama
laki-laki yang bukan mukhrim saya, karena di rumah ini ada ayah saya yang siap
menjaga saya (putri tercintanya). Saya telah menjauh dari orang-orang yang
kurang bermanfaat bagi hidup saya selama saya hidup di tanah rantauan tersebut, seperti para penggunjing dan pembenci saya. Saya telah hidup bersama
keluarga saya lagi tanpa rasa khawatir akan tinggal di rumah kos yang membutuhkan
biaya hidup lebih dan tenaga ekstra untuk melakukan kegiatan atau menyelesaikan
segala urusan hidup selama hidup merantau, dan masih banyak lagi kefaedahan
yang lainnya.
Kesimpulan yang dapat saya petik dari artikel saya kali ini adalah:
Kesimpulan yang dapat saya petik dari artikel saya kali ini adalah:
1.
Jikalau saya
selalu menjaga sholat fardhu 5 waktu saya, maka InsyaAllah secara perlahan saya
bisa memperbaiki diri dan kehidupan saya asalkan diniatkan dari hati. Mengerjakan
perintah Allah, apakah itu sholat fardhu 5 waktu atau lainnya, jikalau kita
selalu berusaha untuk membiasakan diri mengerjakannya, InsyaAllah lama-lama
akan menjadi kebiasaan baik dan akan terasa ada yang kurang hari kita jikalau
meninggalkannya.
2.
Jikalau saya
meninggalkan pacaran (atau sejenisnya seperti PDKT), maka saya InsyaAllah akan
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang mendekati zina yang merupakan dosa
besar, karena pada dasarnya setiap tindakan maupun ucapan yang kita telah
lakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hidup sendirian tanpa
pacaran bukan berarti kita tidak laku atau terlalu buruk di mata orang-orang
lain, melainkan untuk menghindari kita dari segala perbuatan yang Allah telah larang
tersebut. Saya sangat yakin bahwasanya Allah telah menetapkan jodoh untuk
setiap kita saat sebelum kita dilahirkan ke dunia ini. Semuanya itu juga
tergantung pada usaha kita dalam mencari dan mendapatkan jodoh. Maka dari itu,
sebelum menikah, manfaatkan waktu yang ada untuk memperbaiki diri sendiri,
InsyaAllah akan ada jodoh yang terbaik memandang kita dan mendatangi kedua
orang tua kita.
3.
Jikalau saya mengikuti
keegoisan saya untuk merantau tanpa restu dari kedua orang tua saya, maka belum
tentu saya akan hidup bahagia dan nyaman selama hidup di tanah rantauan. Karena
bagi saya, ketika kedua orang tua saya melarang saya untuk merantau, secara
tidak langsung Allah melarang saya untuk merantau. Allah punya maksud (ter)baik
sendiri untuk diri kita tanpa kita mengetahui itu, karena pada dasarnya hanya
Allah lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ada hikmah dan pelajaran berharga dari setiap kejadian yang telah
saya alami. Allah punya maksud tersendiri dalam melarang saya untuk melakukan
sesuatu. Tidak hanya saya, bahkan semua orang, Allah melarang sesuatu dan
menciptakan sesuatu pasti ada maksud baik tersendiri untuk diri dan kehidupan
kita bersama. Kita bisa mengetahui maksud-maksud Allah tersebut, akan tetapi
kita lebih banyak tidak mengetahui setiap maksud dan rencana Allah kepada kita.
Ilmu kita hanyalah sedikit, jumlahya diibaratkan setetes tinta pena, sedangkan
ilmu Allah seluas jagat raya, dan bahkan lautan yang ada di dunia yang kita
pandang sangat luas ini tidak mampu menuliskan begitu banyaknya ilmu Allah.
Lautan itu diibaratkan seperti setetes tinta pena Allah. Bayangkan, betapa
luasnya ilmu Allah dan betapa banyak tinta pena Allah. Seperti itulah
orang-orang berkata tentang perbandingan antara ilmu Allah dengan ilmu
manusia-manusia di muka bumi ini.
Sekian
dahulu cerita saya kali ini. Semoga para pembacanya dapat mengambil pelajaran
berharga dari apa yang telah saya tulis di sini. Semoga kita sama-sama menjadi
peribadi yang jauh lebih baik lagi daripada sebelumnya. Semoga kita bisa
menjadi peribadi-peribadi yang bermanfaat bagi banyak manusia, dan semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. agar terhindar dari segala macam orang yang
mengajak kita menuju lubang hitam yang gelap. Aamiin... Aamiin... Ya Rabbal
Alamiin...
Jikalau
saya memiliki banyak kesalahan dalam penulisan artikel ini saya minta maaf,
karena saya hanyalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari berbagai
kesalahan. Akhir kalimat, saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada para
pembaca yang telah bersedia membaca artikel ini hingga akhir, semoga ada
pelajaran baik yang kalian dapatkan di dalamnya. Aamiin...
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Komentar
Posting Komentar