PENGALAMAN
KU MASUK KE DUNIA KERJA
Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/12/27/65/1836343/tips-jalani-masa-peralihan-dari-mahasiswa-ke-dunia-kerja
Assalamualaikum teman-teman semuanya....
Sudah lama sekali aku tidak menulis
artikel di halaman blogspot ku ini karena aku sibuk melamar kerja sana sini,
wawancara kerja dan akhirnya dapat sebuah pekerjaan sejak seminggu lalu (hanya
9 hari dari tanggal 18 Desember 2018), tapi sekarang aku sudah menjadi
pengangguran lagi karena aku diberhentikan dengan sebuah alasan dari
manajernya.
Menjadi seorang pengangguran itu
memang kurang enak rasanya, karena kita merasa agak gabut. Bagaimana tidak
gabut, bekerjanya di rumah melulu, berusaha untuk lamar kerja sana sini lagi,
baik itu secara online maupun di dunia nyata, dan buat surat lamar kerja baru
lagi setelah mendapatkan informasi lowongan-lowongan pekerjaan di intenet.
Maksud ku gabut disini adalah nasib ku masing mengambang, belum jelas bagaimana
kedepannya, apakah aku segera dapat pekerjaan yang lebih baik lagi daripada
sebelumnya atau tidak. Yang jelas, satu impian ku dari sejak ku masih
bersekolah dulu, yaitu aku ingin menjadi seorang wanita yang mapan, karena
cita-cita ku dari dulu adalah aku ingin menghasilkan uang dari hasil kerja
keras ku sendiri tanpa terlalu banyak membebani kedua orang tua sebelum ku
menikah agar ketika aku terjun ke dunia pernikahan kelak aku tidak terlalu
bergantung pada suami ku dalam hal finansial.
Kali ini, aku mau bercerita tentang
pengalaman pertama ku masuk ke dalam dunia kerja. Pekerjaan pertama ku yang
pernah ku alami adalah menjadi seorang resepsionis hotel, sebuah hotel yang
terletak tidak jauh dari rumah ku di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Hotelnya
cukup besar, namun sudah mengalami perbaikan semenjak dibeli oleh seorang
pengusaha keturunan Tionghoa (Bos ku dulu), yang dimana sebelumnya pemilik
hotel tersebut adalah orang Singapura. Dahulu nama hotel itu (dari sejak ku
kecil hotel ini cukup terkenal di kota ku) adalah Hotel Bali, sekarang berganti
nama menjadi Hotel Sunrise City setelah diambil alih oleh mantan bos ku.
Bagaimanapun, orang-orang disini tidak terlalu mengenal hotel tersebut dengan
nama “Hotel Sunrise City”, namun ia lebih dikenal dengan nama “Hotel Bali”.
Nah, ini adalah kali pertamanya aku
masuk ke dunia perhotelan. Sebenarnya, masih berkaitan dengan ilmu bahasa
Inggris juga, karena aku akan berhadapan dengan orang-orang asing yang menjadi
tamu di hotel tersebut. Akan tetapi, ternyata ilmu resepsionis itu tidak hanya
sekadar tentang pandai berbicara bahasa Inggris kepada orang-orang asing, namun
lebih kompleks lagi, sungguh di luar dugaan ku. Sebelum ku mulai bekerja di
hotel tersebut, sebelum ku diwawancara oleh manajer hotel tersebut, aku
berpikir pekerjaan seorang resepsionis adalah melayani tamu dengan baik dan
ramah, pandai berbahasa Inggris, memberi kunci kamar sesuai dengan permintaan
tamu dan membantu tamu jikalau membutuhkan bantuan. sesungguhnya, tidak semudah
itu. Selain daripada yang disebutkan di atas, seorang resepsionis dituntut
untuk memahami ilmu komputer juga, terutama Microsoft Excel, karena ia akan
menghitung uang yang didapat dari tamu hotel dan mengkalkulasikan seluruh
jumlah uang yang didapati oleh hotel tiap harinya. Kemudian, seorang
resepsionis harus pandai berbicara dengan tamu atau calon tamu hotel yang ingin
memesan kamar hotel yang masih tersedia, harus pandai mengucapkan kata-kata
yang tepat agar tidak terjadi miskomunikasi dan yang lebih penting lagi adalah
ia harus memiliki mental baja agar ia bisa menghadapi dengan baik tamu yang
jutek, pemarah, dan berbagai karakter lainnya, baik itu lewat telepon maupun
yang langsung datang ke hotelnya. Ia benar-benar harus pandai menyikapi tamu
dan jangan mau disalah-salahi dan dimarah-marahi tamu melulu tanpa harus adu
mulut atau menimbulkan perselisihan antara keduanya. Seorang resepsionis juga
harus menghafal jenis kamar apa saja yang terdapat di hotel tersebut beserta
harga-harganya juga, harga-harganya pun dapat berubah-ubah ketika menjelang
hari libur nasional, misal ketika Hari Raya Idul Fitri ataupun Hari Natal.
Seorang resepsionis juga harus bisa menulis dengan rapi dan bersih, tulisannya
harus mudah dibaca karena kami selalu menulis buku log (Front Office’s Log Book), menulis kwitansi (biasanya disebut bill), menulis laporan tamu hotel,
menulis data diri tamu hotel, menulis laporan untuk diberikan ke manajer atau
staff hotel lainnya, dan masih banyak lagi. Ia juga dituntut untuk lebih aktif,
cekatan, dan memiliki daya ingat yang kuat karena kalau lupa terhadap sesuatu,
terutama yang terkait dengan tamu hotel, bisa jadi berdampak buruk bagi hal
lainnya. Semua kerjaannya saling berkaitan satu sama lain. Setiap staff hotel
saling bekerjasama dan membantu. Titik utama dari semua staff di hotel tersebut
adalah para resepsionisnya, karena ia yang bertanggung jawab terhadap semua hal
yang berkaitan dengan hotel sebelum diserahkan ke staff lainnya. Misalnya, ada
pemesanan dari tamu hotel untuk dimintai jemput ke pelabuhan dari hotel
tersebut, pasti yang ditelepon oleh si tamu hotel adalah resepsionisnya,
barulah si resepsionis akan menyampaikan pesan tersebut kepada supir hotel.
Sebenarnya masih banyak lagi tugas seorang resepsionis hotel, akan tetapi saya
rasa pernyataan-pernyataan di atas sudah dapat mewakili gambaran bagaimana
seorang resepsionis bekerja. Ya, memang kompleks, karena tidak ada satu
pekerjaan pun yang tidak kompleks, memang sudah tuntutan kerja, apapun
pekerjaannya termasuk menjadi seorang resepsionis hotel.
Di sisi lain, bekerja di hotel
suasananya hampir mirip dengan tempat-tempat kerja lainnya, yaitu pasti kita
akan menemui orang-orang baru dengan berbagai macam karakter, tergantung keperibadiannya
masing-masing. Akan ada orang-orang baik yang menasehati, memberi ilmu baru
(membimbing kita sebagai junior di tempat kerja tersebut), memberi informasi
yang terkait dengan hotel, dan mendukung kita agar dapat bekerja sebaik-baiknya
atau lebih baik lagi daripada sebelumnya. Akan tetapi, akan ada pula
orang-orang yang bermuka dua, judes, sinis, kurang ramah, dan berbagai macam
karakter buruk lainnya. Itu sudah lumrah memang di dunia nyata, akan tetapi itu
semua tergantung pada kita bagaimana menyikapinya, beradaptasi dengan
lingkungan dan orang-orang baru. Kita sebagai seorang junior alias anak baru,
meskipun usia kita lebih tua daripada senior kita, ya harus pandai-pandai
membawa diri dengan lingkungan; harus tetap sopan dan santun (dalam berpakaian,
bersikap dan berbicara), ramah, aktif bertanya jikalau ada yang tidak tahu atau
kurang dimengerti, bekerja keras, mengintropeksi kesalahan, dan yang paling
penting harus bermental baja (banyak bersabar, tidak mudah rapuh dengan keadaan
yang ada, menyikapi segala masalah dengan tenang dan pikiran yang jernih dan
memaafkan orang-orang di tempat kerja yang telah melakukan kesalahan terhadap
kita, baik itu yang disengaja ataupun tidak, dan bahkan memaafkan orang-orang
yang telah berbuat jahat sekalipun), akan tetapi bukan berarti kita ingin harga
diri kita tetap diinjak-injak oleh senior karena kita seorang junior. Ini
dilakukan agar kita dan senior tidak membuat keributan dan masalah baru di
tempat kerja, bisa-bisa mengancam karir pertama (baru) kita alias dipecat. Kan
rasanya tidak enak jikalau kita dimusuhi oleh rekan-rekan kerja kita dan
dipecat oleh bos atau manajer kita. Pasti pendapatan dari jerih payah kita juga
tidak sesuai dengan yang kita harapkan karena jumlahnya hanyalah sedikit.
Jujur sih, saya dulu pernah menangis
sendirian di dalam kamar mandi gara-gara saya tidak tahan dengan omongan kakak
senior saya di sana yang mengajari saya dengan omongan-omongan yang cukup
menyakitkan hati ketika mendengarnya. Karena saya baru pertama kali terjun ke dunia
kerja, jadinya saya masih bermental rapuh. Saya baru tahu ternyata begini
rasanya masuk ke dunia kerja yang banyak orang menyebutnya sebagai “Dunia
Nyata”. Yaps, selamat datang di “Dunia Nyata” untuk diri saya. Memang,
senioritas tidak hanya terdapat di sekolah-sekolah atau kampus-kampus saja akan
tetapi di dunia kerja juga ada. Ketika saya menangis diam-diam (terisak-isak
pelan) di dalam kamar mandi tersebut, saya melihat diri saya di dalam kaca di
depan mata saya, saya berpikir, “Kenapa aku selemah dan serapuh ini? kan dari
awal bekerja senior-senior ku pernah
berkata pada ku kalau bekerja disini harus bermental baja. Kenapa aku begitu
cengeng dan mudah tersinggung. Ini mungkin belum seberapa dibandingan berbagai
pengalaman kerja yang orang-orang lain miliki. Memang di dunia kerja kita
dituntut untuk aktif, bekerja dengan sebaik-baiknya, bekerja keras, tekun atau
gigih, memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan, bertanggung jawab penuh, pandai
beradaptasi dengan lingkungan yang ada dan belajar dari pengalaman-pengalaman
kerja senior-senior kita. Kok aku baru diperlakukan begini saja sudah menangis,
kenapa aku begitu lemah dan kekanak-kanakkan? Aku harus bermental baja dan
pandai menyikapi karakter-karakter para senior ku.”
Aku punya beberapa orang senior
resepsionis di sana, dua orang senior perempuan dan dua orang senior laki-laki.
Senior laki-laki, Alhamdulillah, pada ramah dan baik semua, senior yang
perempuan, yang satu berjilbab, kakak itu penyabar, ramah, lembut dan sopan,
banyak orang yang senang padanya, sedangkan senior perempuan yang tidak
berhijab, ia sebenarnya orangnya baik, hanya saja ia cerewet, cukup pemarah,
tidak sabaran dan terlalu cepat dalam mengajar aku. Aku sebenarnya paham dengan
ilmu yang diajarkannya, akan tetapi aku kurang suka dengan omelan-omelannya
yang membuat pusing kepala dan kuping ku panas mendengarnya karena kalau salah
atau terlupa sedikit saja, aku langsung diomeli, dan bahkan yang lebih
menyebalkan lagi adalah aku diomeli di depan rekan kerja. Ya begitulah, rasanya
asam garam jadi seorang resepsionis hotel yang baru (junior). Akan tetapi, aku
tahu ini semua ia lakukan demi kebaikan ku dan demi kebaikan hotel juga agar
aku tidak salah dalam melakukan tugas-tugas yang mesti ku kerjakan. Aku
percaya, dia orangnya tidak seburuk yang ku kira sebelumnya karena dia pasti
punya maksud baik tersendiri dan hati yang baik agar aku bekerja lebih
professional. Kalau ia tidak marah atau mengomeli ku, itu tandanya dia kurang
peduli atau kurang sayang pada ku karena membiarkan aku bekerja dengan salah
sehingga takutnya akan berdampak (jauh) lebih buruk ke depannya, terutama berdampak
buruk bagi hotel tersebut.
Setelah daripada itu, aku punya
teman kerja yang sama-sama junior dengan ku, namun aku lebih dulu bekerja di
hotel tersebut daripada dia karena dia bekerja di sana untuk mengganti rekan
kerja ku sebelumnya yang junior seperti ku juga. Rekan kerja baru ku ini
berusia 2 tahun lebih muda dari ku. Ia berasal dari Kabupaten Solok, Sumatera
Barat dan pernah bekerja sebagai seorang pelayan restoran (waitress) di sebuah
hotel di Lagoi, Bintan, Kepulauan Riau. Ia adalah seorang junior tamatan SMA
dan langsung bekerja alias tidak melanjutkan pendidikan ke dunia perkuliahan.
Singkat cerita, dia ini pastinya lebih berpengalaman dalam dunia kerja dan
dunia perhotelan daripada aku. Selama ku berteman dengannya di tempat kerja ku,
aku mrasa dia rekan kerja yang kurang baik daripada junior yang sebelumnya. Si
anak baru ini punya mulut yang agak judes, bersikap sok-sokan (sok-sok hebat
berbahasa Inggris, bukan berarti ku merasa aku jauh lebih hebat dalam berbahasa
Inggris, tapi dia karena sudah berpengalaman bekerja di Lagoi yang dimana
banyak sekali orang asing disana jadinya ia merasa dia lebih jago dalam
berbahasa Inggris, sok lebih tahu dan hebat dalam segala hal), merendahkan aku
di depan rekan kerja lain bahkan tamu, bersikap agak centil di depan teman
kerja lain dan angkuh dalam hal lain. Saat disana, aku berusaha untuk bersikap
tenang dan professional agar tidak menimbulkan masalah (beradu mulut atau
bermusuhan dengannya), aku berusaha untuk mencuekkannya, tidak terlalu peduli
dengan omongannya karena ia lebih kecil daripada ku (aku hanya menganggapnya
anak-anak saja), aku berusaha untuk bersikap lebih dewasa dan berpikir jernih
karena aku berusia 2 tahun lebih tua daripada dia, serta aku berusaha untuk
melakukan pekerjaan sebaik-baiknya (bekerja dengan lebih baik dari hari ke hari
untuk memenuhi tanggung jawab ku sebagai seorang resepsionis hotel).
Jujur, pernah suatu hari ku kesal
sekali dengar omongannya (saat hari ku dipecat dari hotel tersebut). Hati ku
terasa panas dengan omongannya saat ku sedang bekerja, rasanya ingin ku tinju
saja mukanya (tapi aku berusaha untuk terus sabar dan tentram agar tidak
menimbulkan kekacauan), dan karena ku merasa sangat kesal dengan omongannya
selama bekerja, aku pasang tampang badmood
dan kesal pada dia. Aku berbicara agar jutek padanya, dan saat itu aku
berpikir aku tidak betah bekerja lama-lama di sana karena bertemu dengan rekan
kerja seperti dia. Bukannya saling bekerja sama dan membantu satu sama lain,
malah dia seperti bersaing begitu dengan ku, berusaha untuk cari muka di depan
teman kerja lainnya. Yang lebih mengesalkan lagi adalah senior ku yang tidak
berhijab itu sering kali mebanding-bandingkan kinerja ku dengan si anak baru
itu karena baginya kinerjanya dia terlihat lebih baik daripada ku. Bukan maksud
ku untuk iri atau dengki, tapi sebenarnya dari hati yang terdelam, aku selalu
berusaha untuk bekerja lebih baik dari hari ke hari agar bisa memberikan hasil
kerja yang lebih baik lagi. Jujur, aku paling benci diri ku
dibanding-bandingkan dengan orang lain di depan orang lain. Itu sungguh
menyakitkan hati.
Akhirnya, di sore hari ketika
menjelang pulang kerja, aku dipanggil oleh manajer ku ke ruangannya karena ada
hal penting yang ingin beliau sampaikan pada ku. Well, hal penting itu adalah pernyataan aku dipecat bekerja dari
hotel itu. Setelah beliau berbicara dan menyatakan alasan kenapa ku dipecat,
jujur aku tidak merasa sedih atau berkecil hati sama sekali, tidak merasa
menyesal dan bahkan hati ku merasa cukup lega akhirnya aku berhenti bekerja di
hotel itu. Padahal di hari itu sebelumnya aku memang punya perasaan kurang
betah dengan si anak baru itu dan lingkungan kerja di situ. Di hari aku dipecat
itu, aku merasa diri ku badmood saja
dari pagi hari hingga sore harinya karena tingkah si anak baru itu, yang super
duper menyebalkan. Makanya, aku merasa agak lega dan biasa saja (alias
berlapang dada, bukannya berkecil hati) ketika diberhentikan secar baik-baik
oleh manajernya. Kata-kata terakhir yang ku ucapkan pada manajer (kalau tidak
salah) di saat itu adalah aku meminta maaf atas segala kesalahan ku selama
bekerja di hotel tersebut, lalu aku menyalami tangan beliau.
Mungkin, semua ini sudah diatur oleh
Allah bahwa Allah punya rencana yang lebih baik lagi untuk ku. Mungkin, Allah
telah merencanakan pekerjaan baru untuk ku yang lebih baik lagi daripada
sebelumnya. Mungkin, Allah yang jauh lebih mengerti dan sayang terhadap ku
daripada diri ku sendiri karena Ia Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di
alam semesta ini. Aku sangat yakin bahwa Allah selalu memberikan sesuatu yang
lebih baik lagi daripada sebelumnya karena setiap harinya kita pasti akan
mengalami atau mendapati perubahan yang lebih baik dalam hidup kita, seiring
berjalannya waktu dan usia. Semuanya selalu berubah setip harinya. Biarlah masa
lalu menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi kita sebagai batu loncatan
untuk menjadi peribadi yang jauh lebih baik lagi daripada sebelumnya. Aku
yakin, bersama Allah, dalam nama Allah, hidup ku akan selalu lebih baik dan
lebih berkah lagi. InsyaAllah. Aamiin...
Sudah dulu ya cerita panjang lebar
tentang pengalaman ku bekerja di hotel tersebut. Semoga ada pelajaran hidup
berharga yang dapat pembaca petik di dalamnya. Saya ingin mengucapkan
terimakasih banyak pada para pembaca yang telah menyempatkan waktunya untuk
membaca artikel yang panjang ini. jikalau ada kesalahan dalam penulisan, saya
minta maaf, karena saya juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
Akhir kata, sampai jumpa di artikel-artikel ku berikutnya. Selamat malam. Wabillahitaufik
Walhidayah, Wassalamualaikum Warah Matullahi Wabarakatuh.
Komentar
Posting Komentar