BE OPEN-MINDED
http://thetimesweekly.com/news/2017/feb/16/shorewood-special-census-starts-week/
Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamualaikum, semuanya. Nah, di
malam kali ini aku ingin berbagi pendapat ku di dalam artikel ini tentang
pemikiran yang terbuka, akan tetapi sebelum masuk ke pembahasan, alangkah lebih
baiknya jika saya membuka artikel ini dengan beberapa pertanyaan dan pernyataan.
Pernahkah kita melihat
secara langsung seseorang yang suka merendahkan suatu agama? Pernahkah kita
secara langsung melihat seseorang menilai sifat seseorang sesuai dengan suku
yang dipegangnya? Pernahkah teman-teman melihat secara langsung seseorang yang
merasa risih dengan suatu kaum atau pemeluk agama tertentu? Pernahkah teman-teman
melihat seseorang yang (terlalu) rasis dengan suatu suku, agama, ras atau adat,
memandang rendah diri orang-orang lain berdasarkan apa yang dimilikinya, entah
itu fisik atau pun kebiasaanya? Atau, apakah diri teman-teman sendiri yang
secara langsung pernah melakukan satu atau beberapa hal yang ditanyakan di
atas? Kalau boleh jujur, saya dulu juga pernah agak rasis. However, Alhamdulillah sekarang saya merasa berpikiran lebih
terbuka (open-minded) karena telah
memperluas pergaulan, baik itu dengan orang-orang domestik maupun internasional.
Semakin bertambahnya
usia saya, Alhamdulillah saya semakin berpikir lebih matang dan terbuka
terhadapa banyak hal dan banyak orang. Semakin dewasa saya, saya berpikir bahwa
setiap orang itu unik. Unik karena mereka terlahir dengan latar belakang hidup
masing-masing. Mereka telah membawa itu, bahkan, sejak dalam kandungan ibu-ibu
mereka, terutama yang berkaitan dengan fisik dan gen.
Setiap orang memiliki beragam
perbedaan; mulai dari fisik, kejiwaan, kecerdasan, kemampuan/bakat/minat,
sifat, isi hati dan isi kepala (pola pikir), pola/gaya hidup (termasuk pola
makan, belajar/bekerja, mengatur waktu, dll), karakter, keperibadian,
kesenangan (kepuasan diri)/kegemaran/hobbi, keyakinan (agama/atheis) yang
dianutnya masing-masing, adat, kebiasaan, budaya, tradisi, peradaban, suku,
bahasa, asal kota/daerah/negara, kreativitas, inovasi, produktivitas, motivasi,
pendidikan, pekerjaan, kesuksesan, jalan hidup (termasuk rezeki, takdir dan nasib),
keluh kesah, masalah/tekanan (beban) hidup, kesanggupan, gelar, kepercayaan
diri, jodoh, pilihan (hidup), percintaan, pengalaman hidup, kedewasaan,
kesabaran, amarah, nilai-nilai dan norma-norma dalam hidup, aktivitas, hukum (agama,
negara dan pemerintahan daerah), kebohongan, janji, keputusan, kekaguman,
kekuatan/ketegaran, serta harapan/cita-cita.
See?
Banyak bukan perbedaan-perbedaan yang dianut
oleh banyak manusia? Bisa jadi, masih banyak lagi pengelompokannya. Itu semua
ku dapatkan berdasarkan pengalaman peribadi, pengalaman orang-orang lain serta buah
pikiran atau pergaulan yang telah ku alami/dapatkan dengan orang-orang domestik maupun internasional selama ini.
Jujur, semakin jauh, semakin berubah
pola pikir ku menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, aku semakin menghargai
perbedaan yang ada yang telah ku temui sepanjang hidup ku. Aku semakin sadar
bahwa betapa pentingnya menghargai perbedaan yang ada. Lain orang, lain pula isi
kepala dan hatinya, pun lain pula keperibadian serta latar belakang hidupnya. Jangan
pernah membanding-bandingkan atau menyamakan seseorang dengan yang lainnya
dalam suatu situasi tertentu. Cobalah untuk lebih sering membelalakkan kedua
mata kita, terutama mata hati, bahwasanya hidup ini penuh dengan perbedaan,
penuh warna. berusahalah untuk menjadi insan yang lebih berpikiran terbuka
serta berwawasan luas.
Sekarang, saya merasa kurang demen saja orang-orang
yang rasis atau suka membeda-bedakan atau menyamakan tiap manusia. Maksud ku,
menyamakan tiap manusia dalam suatu konteks/hal tertentu, bukan yang berkaitan
dengan hak asasi manusia. Misalnya, menyamakan sifat orang-orang dari suatu suku
dengan cara menjelek-jelekkan suku tersebut hanya karena seseorang dari suku
tersebut memiliki sifat atau keperibadian yang dianggapnya buruk. Kalian
mengerti dengan maksud ku, kan? Itulah kebiasaan lidah orang-orang Indonesia pada umumnya yang sering saya temui di
sepanjang hidup saya di negara berkode telepon +62 ini. Bisa jadi, faktor utamanya karena kita merasa kesal terhadap
seseorang sehingga batunya mengenai
banyak orang. Bagi mereka, “Ah, ini mah sudah biasa kali, cha.” Biasa bagi
kita, belum tentu biasa bagi orang-orang lain. You get it?
Lalu, dalam sebuah contoh lain. Mungkin,
di negara kita, sebagian besar orang-orang Indonesia sangat suka membuang sampah sembarangan. Ya, benar-benar kebiasaan
buruk yang menjijikkan bagi saya. Bukan
maksud saya untuk menyombongkan diri atau menganggap diri saya (jauh) lebih
baik daripada banyak orang di luar sana, namun saya hanya bermaksud untuk
membuka pikiran banyak orang yang membaca ini. Pernahkah kita merasa kapok dengan akibat dari membuang
sampah sembarangan? Saya rasa tidak. Faktanya, masih banyak orang yang
menganggap kebiasaan buruk ini adalah hal yang lumrah sehingga meskipun beribu
kali ditimpa musibah bencana alam, terutama yang namanya banjir, tetap saja mereka
masih merasa belum puas.
Parahnya, meskipun telah disediakan
sebuah atau beberapa tong (tempat) sampah di suatu lokasi tertentu, tapi tetap
saja orang-orang lebih berminat untuk
buang sampah sembarangan selagi belum ada suatu undang-undang yang menyatakan bahwa adanya efek jera berupa ditahan
selama beberapa tahun atau denda sebanyak sekian juta Rupiah. Mereka masih
mengatasnamakan “Ini Indonesia Ku”,
loh, jadi sebagai warga negara kita
berhak buang sampah sembarangan. Kita tidak sedang hidup di luar negeri.
Well,
you can see it? Orang-orang di negara +62 masih saja bandel dengan kewajiban yang ada meskipun belum ada undang-undang
yang memberlakukannya. Sebenarnya, unfortunately, it extremely sounds worst,
yeah, worst thinking ever!
Baiklah, sekadar mengilas balik masa
lalu ku. Bukan munafik, aku sebagai warga negara INDONESIA tercinta ini, aku memang pernah melakukan hal yang sama
sewaktu masih kecil atau bersekolah dulu. Sewaktu kecil, ku mungkn sering
membuang sampah sembarangan, akan tetapi semenjak ku bersekolah di sebuah SMP
terdisiplin sekota asal ku, aku jadi semakin sadar akan pentingnya menjaga
kebersihan. Beranjak remaja dan dewasa, ku semakin mengurang-ngurangi kebiasaan
buruk membuang sampah sembarangan ini.
Aku semakin sadar bahwa ini juga akan
berdampak buruk bagi ku juga, seperti mendapatkan suatu penyakit tertentu. Gara-gara
ini, aku bisa jadi tidak akan bersekolah atau tidak dapat belajar dengan baik
dan nyaman di sekolah dikarenakan aku sedang sakit atau sekolah ku terserang banjir. Oleh karena itu, ku mohon untuk
para pembaca ini untuk berpikir lebih kritis terhadap sesuatu yang salah yang
pastinya akan berdampak kepada diri kita juga kedepannya. Jangan hanya karena
sesuatu biasa dilakukan oleh banyak orang, sehingga membuat kita menjadi ikut-ikutan untuk melakukannya. Stop
doing negativity!
Di lain sisi, jujur,
saya sangat, sangat miris meilihat orang-orang yang sering kali merasa jijik dengan orang-orang yang
memiliki agama yang berbeda dengan kita. ASLI,
SAYA TIDAK SUKA! Saya bukan bermaksud merendahkan orang-orang yang begitu,
namun saya kurang suka dengan orang-orang yang tidak menghargai perbedaan
keyakinan/agama yang dianut oleh banyak orang. Di dunia ini, ada beragam agama,
banyak sekali jumlahnya, tak dapat saya hitung dan sebut satu per satu. Setiap orang
punya hak untuk menganut suatu keyakinan atau agama. Setiap orang juga berhak
untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing. Soal benar atau salahnya suatu
agama, biarlah Tuhan yang akan menunjukkannya di masa terakhir di dunia ini,
yaitu kiamat.
Setiap orang punya hak yang diiringi
dengan kewajibannya masing-masing. Seseorang punya hak untuk memeluk suatu
agama tertentu, dan ia pun punya kewajiban untuk menjalankan segala perintah
dalam agama itu dan menjauhi segala larangannya. Semua ajaran agama berasal
dari Tuhan yang dipercayai oleh masing-masing umat. Saya rasa, tidak ada satu
agama pun yang mengajari/memerintah umatnya untuk melakukan berbagai macam perbuatan
dan perkataan yang mengandung dosa, pasti itu semua mengajari setiap pemeluknya
untuk melakukan dan mengatakan hal-hal yang mengandung kebaikan. Bukan begitu,
teman-teman?
Setiap negara pasti memiliki mayoritas
umat yang menganut suatu agama/keyakinan tertentu dan begitu pula sebaliknya,
minoritas umat yang menganut suatu (beberapa) agama/keyakinan tertentu.
Parahnya, banyak orang yang melempar
kebencian kepada orang-orang yang menganut suatu agama yang berlainan dengannya.
Sebagai contoh, ada sekelompok umat dari suatu agam tertentu tidak menyukai
suatu agama lain dan menghancurkan atau bahkan mengebom tempat ibadah dari
agama tersebut. Sedih? Iya! Parah? Sekali..!
Untuk umat Islam, pernah tidak
teringat dalam benak kita bahwasanya Rasulullah adalah sosok teladan yang patut
kita acungi jempol karena ia adalah manusia yang sempurna dan terhindar dari
berbagai dosa dan kesalahan. Ia adalah manusia terbaik di muka bumi di
sepanjang sejarah yang pernah ada, bahkan di zaman modern ini sekalipun. Hebat?
Iya, memang hebat! Saya sangat-sangat salut dengan beliau, manusia yang
termulia di muka bumi ini.
Ia, dengan hebatnya, tahan banting dengan segala cacian,
cemooh, ejekan, hinaan, perlakuan buruk dari para pembencinya (kaum-kaum
Jahiliyah atau Musyirikin) dengan sabar, tenang, tetap berpikiran positif dan
terus berusaha menyebarkan ilmu Islam serta kebaikan kepada banyak orang demi
menjumpai celah yang terang setelah
melewati kehidupan yang dipandang gelap selama
itu, bagaikan melewati gua yang gelap yang akhirnya menjumpai lubang celah yang
terang dari cahaya matahari (Agama Islam).
Rasulullah tidak pernah membenci
mereka sedikit pun meskipun mereka telah berlaku tidak pantas terhadapnya. Bahkan,
parahnya, Rasulullah pernah dilempari kotoran oleh mereka. Masha Allah, betapa
tegar dan kuatnya Rasul dalam menjalani amanah dari Allah saat itu. Ia selalu
sabar dan berdoa bahwa Allah akan selalu menolongnya dimanapun dan kapanpun. Pada
akhirnya, Rasulullah telah berhasil dengan hebat dan pesatnya agama Islam
tersebar di seluruh penjuru dunia hingga saat ini meskipun ia telah tiada. Ya,
seperti yang telah difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Insyirah
ayat 5 bahwasanya “... Setiap kesulitan, ada kemudahan.” Itu adalah janji Allah
sendiri pada baginda Rasulullah serta umat-Nya.
Begitu pula di dunia nyata saat ini. Alangkah
lebih baiknya apabila kita lebih menghargai satu sama lain meskipun menganut
agama yang berbeda-beda. Kita punya hak dan kewajiban masing-masing. Jangan saling
menindas, menghina, membunuh bahkan menghancurkan tempat-tempat ibadah. Jangan,
jangan sebarkan kebencian, tapi sebarlah banyak kebaikan. Jangan jadikan bumi
yang sudah sangat tua ini menjadi rusak hanya karena ulah tangan dan tingkah
dari manusia-manusia yang menghuninya hingga saat ini.
Lebih jauh lagi, saat ini kita hidup berdampingan dengan banyak orang dari
berbagai agama, suku, rasa dan adat yang berbeda-beda. Jangankan di berbagai
negara, di negara kita sendiri saja contohnya. Ada banyak orang dari berbagai
latar belakang hidup yang berbeda-beda. Orang-orang pantas menerima hak asasi
manusia sesuai undang-undang yang berlaku di negaranya. Ia lahir disana, tentu
memiliki hak dan kewajibannya pula. Kita tidak bisa hidup tanpa orang-orang
lain karena kita adalah para makhluk sosial. Kita butuh orang, dan orang pun
butuh kita. Tidak masalah apapun suku, agama, rasa dan adatnya (SARA), kita
pasti membutuhkan banyak orang dalam berbagai situasi.
Bayangkan saja, apabila kita hidup di
suatu negara yang dimana kita adalah minoritas, sangat kecil jumlahnya. Kita pastinya
memiliki hak yang sama untuk dapat beribadah dengan baik dan nyaman serta
menjalani rutinitas yang ada seperti biasanya. Akan terasa sangat tidak nyaman
apabila kita dikucilkan oleh kaum mayoritas. kesedihan bercampur rasa tidak
nyaman dan tidak aman pasti akan bercampur jadi satu di dalam hati ini. Parahnya,
itu juga dapat mempengaruhi psikologis (kejiwaan) diri seseorang. Bumi ini
diciptakan untuk berbagai umat agar bersatu dalam menjalani kehidupan tanpa menyukutukan
Penciptanya.
Di paragraf terakhir kali ini, aku
ingin menyampaikan pesan terhadap teman-teman bahwasanya alangkah lebih baiknya
kita menjalin tali silaturahmi yang baik dengan banyak orang sebagaimana yang dianjurkan
oleh tiap agama di dunia ini. Dengan menjalin tali silaturahmi yang baik, Insha
Allah, rezeki baik dan kehidupan lebih baik pun akan datang pada kita. Intinya,
jangan pernah menyakiti atau melukai perasaan seseorang terutama yang berkaitan
dengan hal-hal yang dianggap sensitif atau masih tabu di mata banyak orang. Melakukan
hal yang salah tetaplah salah di mata banyak orang, selagi itu masih dipandang
logis oleh otak. Mari kita lebih membelalakkan kedua mata dan hati kita agar
lebih dapat mencerna sesuatu dengan lebih matang serta menambah pengalaman dan
wawasan yang baru serta kecerdasan kita pastinya.
Terimakasih untuk teman-teman yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca artikel saya malam ini. Terlebih
terkurang dalam penulisan ini saya mohon maaf. Jika ada kritik atau saran,
teman-teman bisa silahkan menulis buah pikiran teman-teman dalam kolom komentar
demi membangun karya tulis yang (jauh) lebih baik lagi kedepannya. Akhir kata,
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
- OCHA -
Komentar
Posting Komentar